Lenterafaktual.com | Jambi – Dalam upaya mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menggelar sosialisasi yang berfokus pada isu gratifikasi dan strategi pemberantasan korupsi. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua DPRD Kota Jambi, Putra Absor dan seluruh pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan DPRD Kota Jambi dan Provinsi Jambi berserta pasangan, bertempat di Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi, Jum’at (15/09/2023).
Kegiatan ini sebagai upaya dalam meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pelaporan mengenai identifikasi serta membangun komitmen bersama untuk mewujudkan lingkungan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Narasumber Integritas Pelatihan Muhamad Indra Furqon dari Direktorat dan Pelayanan Publik KPK RI menyampaikan bahwa pemahaman makna gratifikasi oleh masyarakat memang masih sangat minim. Betapa tidak, di tahun 2019, KPK melakukan survei partisipasi publik. Hasil dari survei itu ternyata hanya 37 persen saja masyarakat yang paham apa itu gratifikasi. Sedangkan 63 persennya tidak paham makna gratifikasi.
Oleh karena ketidakpahaman itulah, lanjutnya lagi, menjadi satu di antara penyebab, hanya 13 persen yang pernah melaporkan soal gratifikasi di tahun 2019. Di beberapa tempat, ada yang mengklaim bahwa mereka tidak melaporkan karena ditempatnya nihil gratifikasi. Ternyata pendapat itu terbantahkan oleh Survei Penilaian Integritas di tahun yang sama, yang mana gratifikasi ditemukan di 91 persen peserta survei.
Lebih lanjut Indra menuturkan, selain ketidakpahaman, penyebab lainnya orang tidak melaporkan gratifikasi adalah karena takut. Sehingga gratifikasi ini masih terjadi akibat tidak banyak yang melaporkannya.
Dalam kaitan gratifikasi, tidak ada kriteria atau batasan nilai dari uang atau barang yang diberikan sebab gratifikasi luas maknanya. Sekecil apapun itu nilainya, kalau sudah termasuk kategori gratifikasi maka itu adalah gratifikasi. “Gratifikasi korelasinya dengan pelayanan publik, bisa menghancurkan sistem dan timbulnya diskriminasi dalam pelayanan publik. Kaitan dengan perizinan, perizinan itu harus transparan. Misalnya mulai dari persyaratan, berapa lama prosesnya, berapa biayanya, diumumkan di website, poster, media sosial dan sebagainya. Jika tidak ada transparansi, inilah yang menjadi pintu masuk gratifikasi,” jelas Indra.
Untuk mencegah gratifikasi perlu komitmen dan integritas semua pihak. Untuk itu perlu meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi, membentuk lingkungan baik instansi maupun organisasi yang sadar dan terkendali dalam penanganan gratifikasi, mempermudah pelaporan atas penerimaan gratifikasi.(*)