Oleh: Irawan Sunarta, S.Pd
Lenterfaktual.com | OPINI – Pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
Definisi partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Silvia Bolgherini. Menurut Bolgherini, partisipasi politik ” … a series of activities related to political life, aimed at influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or contentious.
Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa.
Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warga negaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe.
Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. landasan partisipasi politik ini, perlu diperhatikan oleh seluruh pihak terkait, agar target partisipasi politik masyarakat di Tanjung Jabung Timur dapat mencapai angka 85 %. Landasan partisipasi politik ini menjadi:
Pertama, kelas–individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa. Artinya, dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat Tanjung Jabung Timuri, maka akan berpengaruh terhadap akses pendidikan masyarakatnya. Masyarakat sehat dan cerdas, tentunya sangat membantu dalam proses melek politik. Mereka yang tercerahkan, akan dengan sendirinya sadar politik, dan tanpa pemerintah, KPU, bersusah payah sekuat tenaga melakukan sosilasiasi, mereka yang telah hidup layak ini, akan ikut berpartisipasi karena mereka paham betul bahwa nasib mereka sebagai rakyat, lima tahun kedepan ditentukan oleh pilihannya saat ini.
Kedua, kelompok atau komunal–individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa. Tak dapat dipungkiri, bahwa di Tanjung Jabung Timur ini, sifat kesukuan dan kedekatan emosional antara politisi dan rakyat pemilih masih sangat kuat. Relasi kesukuan juga menentukan. Hal ini tampak pada kombinasi para pasangan calon yang bersaing di dunia politik. Mereka acapkali mengusulkan pasangan yang sesuku dengan mayoritas masyarakat di tempat pasangan itu berlaga. Dan, ketika masyarakat mengetahui bahwa calon yang mereka idolakan memiliki kesamaan suku dengan mereka, maka masyarakat (mereka) sangat antusias untuk berpartisipasi dalam momentum pemilu.
Ketiga, lingkungan–individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan. Faktor lainnya yang turut menentukan meningkatnya partisipasi poltik hingga 85 % adalah jarak antara tempat pemilihan dengan tempat tinggal masyarakat pemilih. Oleh sebab itu, anggota atau panitia pemilu perlu diedukasi untuk mendirikan pos-pos tempat pemilihan di tempat-tempat yang strategis.
Keempat, partai, individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan.
Kelima, golongan atau faksi– individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
Demikianlah beberapa landasan partisipasi politik yang perlu dipahami dengan cermat oleh berbagai stakeholder sehingga ajang pemilihan pemimpin daerah ini, tidak sia-sia dan berkualitas. Tentu saja, kita semua menginginkan seluruh masyarakat ikut dalam gelaran pesta politik. Ini pesata politik, dan bukan pesta pora. Semoga saja.